Ustaz Iqbal Zain
Cinta (mahabbah) adalah amalan hati. Cinta dapat diungkapkan dengan kata-kata dan amal perbuatan. Akan tetapi dasar perasaan cinta berada di dalam hati seseorang. Cinta, ada yang terpuji dan adapula yang tercela.
Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah bahwa ada empat macam bentuk mahabbah yang harus dibezakan antara satu sama lain, kerana orang yang tidak dapat membezakannya pasti tersesat, yaitu: Mencintai Allah, mencintai apa saja yang dicintai oleh Allah, cinta untuk dan kerana Allah, serta mencintai sesuatu dan selarikannya dengan kecintaan kepada Allah.
1) Mahabbahtullah (Mencintai Allah)
Mencintai Allah Ta’ala adalah ibadah wajib dan sebagai salah satu realisasi tauhid. Orang yang beriman akan mencintai Allah Ta’ala lebih dari segalanya. Cinta Allah Ta’ala merupakan dasar cinta dari segala bentuk mencinta yang dibenarkan dalam Islam.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 165:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman mereka sangat mencintai Allah.”
Ibn Katsir rahimahullah menjelaskan maksud “Orang-orang yang beriman sangat mencintai Allah”, beliau mengatakan bahwa karena kecintaan orang-orang beriman kepada Allah, kesempurnaan pengetahuan tentang Allah, pengagungan dan pentauhidan mereka kepada Allah, maka mereka tidak berbuat syirik kepada Allah dengan sesuatu apapun, bahkan mereka beribadah hanya kepada Allah semata, bertawakal kepada Allah dan kembali kepada Allah dalam segala urusan mereka.
Kejujuran mencintai Allah Ta’ala, tercermin dari tanda-tanda yang direalisasikan oleh seorang hamba, di antaranya yaitu: Mendahulukan perkara yang Allah cintai atas selainnya, ittiba’ kepada Rasulullah, mencintai orang-orang yang mencintai Allah, membenci orang yang kufur kepada Allah dan berjihad di jalan Allah.
Untuk menyelamatkan diri dari Neraka, tidak cukup hanya berbekal cinta, kerana orang-orang musyrik, kaum Nasrani, dan Yahudi. Tapi, kecintaan mereka adalah palsu karena tidak membuktikan dengan melakukan apa-apa yang dicintai Allah Ta’ala.
2) Mahabbatu ma yuhibbuhullah (mencintai apa saja yang dicintai oleh Allah)
Ibn Qayyim al-Jauziyyah menjelaskan bahwa kategori cinta (mahabbah) inilah yang memasukkan seseorang ke dalam Islam serta mengeluarkannya dari kekufuran. Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah orang-orang yang paling hebat dalam ber-mahabbah ma yuhibbuhullah.
Dalam al-Qur’an, Allah Ta’ala banyak menyatakan kecintaannya kepada hamba-hamba-Nya, seperti kecintaan Allah kepada orang yang berbuat baik, orang yang sabar, orang yang bertakwa, orang yang bertaubat, orang-orang yang berjihad dan lain-lain.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 195:
وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِين
“Dan berbuat baiklah kalian, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.”
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 222:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِين
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri.”
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 76:
بَلَى مَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ وَاتَّقَى فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِين
“Sebenarnya barang siapa menepati janji dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.”
Ayat-ayat tersebut, menjelaskan orang-orang yang dicintai oleh Allah Ta’ala karena amal shalih yang telah mereka perbuat. Orang yang jujur mencintai Allah Ta’ala maka dia akan senang, gembira dan berharap akan kebaikan pada orang-orang yang dicintai Allah Ta’ala, yaitu hamba-hamba-Nya yang taat kepada Allah Ta’ala.
Di antara bukti terpenting mencintai Allah Ta’ala adalah itiba’ kepada sunnah-sunnah Rasulallah shallallhu ‘alaihi wasallam dan mencintai para sahabat-sahabat Nabi radhiallahu ‘anhum, kerana mereka adalah orang-orang yang mencintai dan dicintai Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 31:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
رَوَي اْلبُخَارِيُّ عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: آيَةُ الإِيمَانِ حُبُّ الأَنْصَارِ، وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الأَنْصَارِ
Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas radhiallahu ’anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bukti keimanan adalah mencintai sahabat Anshar, dan bukti kemunafikan adalah membenci sahabat Anshar.” (HR. al-Bukhari No.17)
3) Cinta untuk dan kerana Allah Ta’ala
Dasar cinta untuk dan kerana Allah Ta’ala adalah mahabatullah (mencintai Allah). Seseorang yang benar-benar mencintai Allah Ta’ala, dia akan mencintai seseorang atas dasar keimanan dan cintanya kepada Allah Ta’ala.
رَوَي اْلبُخَارِيُّ وَ مُسْلِمٌ عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda. “Tiga perkara jika itu ada pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; orang yang manjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang yang ia tak mencintainya kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut sebagaimana ia benci untuk masuk neraka.” (HR. al-Bukhari No.16 dan Muslim No.163)
Hadits ini adalah hadits yang agung. Salah satu dasar dari dasar-dasar agama. Makna manisnya iman adalah menikmati ketaatan-ketaatan dan mampu menanggung beban dalam agama, serta mendahulukan itu semua dari materi dunia. Kecintaan seorang hamba karena Allah direalisasikan dengan menjalankan ketaatan kepada Allah dan meninggalkan yang menyelisihinya begitupula kecintaan kepada rasul.
Begitupula sebaliknya, orang yang mencintai Allah Ta’ala, tidak akan mencintai orang-orang yang memusuhi Allah. Para sahabat Nabi radhiallahu ‘anhum adalah tauladan terbaik dalam merealisasikan cinta yang benar. Meraka lebih mencintai sesama meraka sekalipun budak dibanding keluarganya yang masih dalam kekufuran. Begitu pula sahabat Anshar yang menolong, membantu dan memberikan segalanya untuk kaum Muhajirin sekalipun mereka dalam keadaan berhajat terhadap apa yang mereka berikan kepada sahabat Muhajirin.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Mujadilah ayat 22:
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.”
رَوَي اْلبُخَارِيُّ عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Tidak sempurna keimanan salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. al-Bukhari No.13 dan Muslim No.169)
Dalil di atas menjelaskan bahwa tidak mungkin seseorang yang benar-benar beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir, serta mengamalkan apa-apa yang disyariatkan, kemudian mereka mencintai dan memberikan kesetiaan kepada orang-orang yang memusuhi Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Akan tetapi, seseorang yang beriman kepada Allah, dia akan mencintai saudara seagama sebagaimana mencintai dirinya sendiri, maksudnya adalah: menginginkan kebaikan, menghindari keburukan, membela harga diri, menghormati, dan lain-lain.
4) al-mahabbah Ma’a-Allah (mencintai sesuatu dan selarikannya dengan kecintaan kepada Allah)
Kecintaan yang dihukumi sebagai sebuah kesyirikan adalah kecintaan peribadatan, yaitu cinta yang mengandungi unsur ketundukan, pengagungan, ketaatan penuh, dan pengutamaan di atas segalanya, yang semuanya ditunjukan kepada selain Allah Ta’ala. Cinta semacam ini adalah kesyirikan jika dipersembahkan kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 165:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.”
Ibn Qayyim al-Jauziyyah menjelaskan bahwa "Barangsiapa yang ber-mahabbah ma’allah terhadap sesuatu (bukan lillah atau fillah), maka ia bererti telah menjadikan sesuatu yang ia cintai selain Allah itu sebagai "tandingan” (nidd) terhadap Allah. Ini adalah mahabbahnya kaum musyirikin."
SILA SHARE DAN SEBARKAN